Bogor | Jurnal Bogor
Pada umumnya orang beranggapan bahwa
pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan
berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik
sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengonsumsi
informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik.
Semakin banyak informasi pengetahuan
yang diserap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan
semakin besar pula pengakuan yang mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anak-anak jalanan yang biasanya
mengejar kepuasan batin ini, juga membutuhkan perhatian total dari pemerintah
dan masyarakat. Kehidupan anak jalanan yang cerderung bebas dan urakan, membuat
mereka jauh dari kesan terdidik.
Padahal isi Pasal 31 UUD 45 dengan
tegas mengatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional.
“Kepedulian terhadap anak jalanan
tak harus dari pemerintah dan masyarakat, melainkan dari individu yang memang
memiliki kepedulian tinggi,” ujar Nadia Yuliana, mahasiswi semester tiga
Fakultas Ilmu Sosial, Ilmu Politik dan Ilmu Komunikasi, jurusan Jurnalistik
Universitas Djuanda (Unida) kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Menurut Nadia, faktor lingkungan
yang telah membentuk pola pikir anak-anak jalanan harus diubah.
Anggapan-anggapan seperti ini, lanjutnya, meski sudah berusia cukup tua, tidak
dapat dipertahankan lagi.
Dikatakan dia, kepedulian dan
perhatian saja tak cukup untuk mengubah pola pikir anak jalanan yang sudah
terlanjur menganggap bahwa hidup dijalanan lebih indah dan banyak ilmu yang
dapat dipetik.
“Jika ingin mengubah pola pikir anak
jalanan, alangkah baiknya, ubah dulu lingkungan terdekatnya dan ciptakan
lingkungan baru yang punya potensi dapat mengubah, contohnya mendirikan rumah
singgah bagi anak jalanan,” papar mahasiswi yang aktif mendidik anak jalanan di
sekitar kampus Unida itu.
Selain itu, tambah Nadia, anak-anak
jalanan sangat butuh pendidikan moral dan agama. Karena, lanjutnya, jalanan
tempat mereka menjalani kehidupan tak mengajarkan kepada mereka tentang moral
dan agama. “Jalanan hanya mendidik mereka tentang bagaimana melewati kehidupan
yang keras ini dan mengajarkan tentang kebersamaan,” ungkapnya.
Nadia menilai, realita kehidupan
anak jalanan ini seakan memberi satu bukti bahwa proses pemerataan pendidikan
yang dicanangkan pemerintah belum berjalan maksimal. “Jika hal ini tetap
dibiarkan, maka harapan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terhambat.
Oleh sebab itu, ada baiknya jika sistem pendidikan di Indonesia tak memihak
kelompok manapun,” tegasnya.
0 komentar:
Posting Komentar